WEB LAMA
07 Oktober 2022

OPTIMALISASI PERAN BUMDES DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KEPALA DESA

OPTIMALISASI PERAN BUMDes DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KEPALA DESA PRIMA SUHARDI PUTRA LURAH SARANGAN     Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan mengenai BUMDes merupakan badan usaha yang dimiliki dan dikuasai oleh Desa yang dibentuk untuk mendayagunakan potensi yang dimiliki oleh Desa. Perhatian penuh diperlukan agar BUMDes dapat dioptimalisasikan dengan cara peningkatan Sumber Daya Manusia di Desa. Kepala Desa yang menjadi pemimpin di Desa memiliki peranan penting dalam pengembangan BUMDes. Namun, belum ada perhatian khusus untuk Kepala Desa terkait dengan kesejahteraannya dalam pengelolaan BUMDes. Penulis merasa perlu mengkaji mengapa pentingnya memperhatikan kesejahteraan Kepala Desa melalui optimalisasi keberadaan BUMDes. Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam artikel ini bersifat kualitatif dengan pendekatan hukum normatif. Pendekatan ini bertujuan mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah yang dilakukan dalam praktik hukum. BUMDes sangat bergantung pada peranan dari Kepala Desa. Sebagai roda penggerak BUMDES, tentunya penting juga untuk memperhatikan kesejahteraan Kepala Desa.   Kata Kunci : BUMDes, Peran, Kesejahteraan, Kepala Desa   Abstract : The purpose of this study is to analyze and explain about BUMDes which is a business entity owned and controlled by the Village which was formed to utilize the potential of the Village. Full attention is needed so that BUMDes can be optimized by increasing Human Resources in the Village. The Village Head who is a leader in the Village has an important role in the development of BUMDes. However, there has been no special attention for the Village Head related to his welfare in the management of BUMDes. The author feels the need to examine why it is important to pay attention to the welfare of the Village Head through optimizing the existence of BUMDes. The research conducted by the author in this article is qualitative with a normative legal approach. This approach aims to study the application of norms or rules that are carried out in legal practice. BUMDes is very dependent on the role of the Village Head. As the driving force of BUMDES, of course, it is also important to pay attention to the welfare of the Village Head. . Keywords: BUMDes, Role, Welfare, Village Head   Pendahuluan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) atau yang biasa dikenal dengan sebutan lain yaitu BUMDes, merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa[1]. BUMDes ini dibentuk oleh Pemerintah Desa tentunya untuk mendayagunakan potensi-potensi yang dimiliki oleh desa baik itu ekonomi, kelembagaan ekonomi, sumber daya alam, serta sumber daya manusia demi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa pada umumnya Secara spesifik, BUMDes didorong untuk menjadi badan usaha bercirikan desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan juga tentunya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa. BUMDes juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya. BUMDes dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan keuangan semata, melainkan juga memiliki orientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Peran Kepala Desa dalam pengelolaan BUMDes sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa, adalah merupakan penasihat dalam perangkat organisasi BUMDes. Selain itu, peran Kepala Desa sebagai pelayan dan pengayom masyarakat merupakan salah satu kunci dari naiknya tingkat taraf kehidupan masyarakat khususnya di bidang perekonomian. Semakin baik pengelolaan yang dilakukan oleh Kepala Desa di bidang perekonomian, semakin meningkat pula taraf kehidupan masyarakat. Peranan yang dilakukan oleh Kepala Desa berupa koordinasi dan melakukan evaluasi segala hasil kegiatan dan usaha di desa, serta pertanggung jawabannya kepada masyarakat desa[2]. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa, lahir dari respon atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menegaskan kedudukan BUMDes sebagai badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktifitas, menyediakan jasa pelayanan dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam penjelasan umumnya menyatakan bahwa penghasilan tetap bagi Kepala Desa telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan Pemerintahan Desa, perlu memperhatikan kesejahteraan Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya, agar penghasilan tetap yang diterimanya selaras dengan tugas dan tanggung jawabnya. Untuk itu lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur penyesuaian penghasilan tetap Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya serta perubahan komponen penggunaan belanja APBDesa. Besarnya peranan dan tanggung jawab Kepala Desa ini kemudian membuat penulis tertarik untuk membahas mengenai Optimalisasi Peran BUMDes dalam Peningkatan Kesejahteraan Kepala Desa. Dengan merumuskan mengapa menjadi penting memperhatikan kesejahteraan Kepala Desa dengan mengoptimalisasikan keberadaan BUMDes di desa. Kerangka Teori Teori Peran Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan sifatnya stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada sebuah situasi sosial tertentu[3]. Menurut Abu Ahmadi peran adalah sebuah kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi sosialnya[4]. Soerjono Soekanto menjelaskan peran adalah proses dinamis kedudukan (status). Jika seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, berarti seseorang itu sedang menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan suatu ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling bergantung satu dengan lainnya[5]. Peranan didefinisikan sebagai sebuah pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah sebuah kelengkapan yang berasal dari hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status sosial tertentu[6]. Soekanto melanjutkan bahwa apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran. Peran memiliki beberapa arti antara lain: Pertama, Aspek dinamis dari kedudukan; Kedua, Perangkat hak-hak dan kewajiban-kewajiban; Ketiga, Perilaku aktual dari pemegang kedudukan; dan Keempat, Bagian dari aktivitas yang dimainkan oleh seseorang. Teori Keadilan Keadilan menurut John Rawls adalah memposisikan adanya situasi yang sama dan sederajat antara setiap individu dalam masyarakat. Tidak ada pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat melakukan kesepakatan yang seimbang. Dalam teorinya, Rawls bermaksud mengembangkan suatu cara yang bisa menghasilkan sebuah asas keadilan. Hal ini dapat ditentukan dengan semacam sebuah proses perjanjian antara anggota masyarakat dengan mengindahkan kerja sama manusia, moralitas, rasa keadilan dan pilihan rasional serta primary goods (hal utama yang ingin diperoleh setiap orang)[7]. Keadilan yang berasal dari kata adil, yaitu sebuah keputusan dan tindakan yang didasarkan pada hukum, tidak memihak, layak, wajar dan benar secara moral. Achmad Fauzi mengatakan keadilan yang ada dalam Pancasila memiliki arti bahwa suatu keputusan, tindakan yang didasarkan pada hukum, tidak memihak, layak, wajar dan benar secara moral dalam segala bidang kehidupan bagi kepentingan seluruh manusia yang tinggal di wilayah Indonesia[8]. Dalam keadilan berdasarkan Pancasila memiliki kewajiban moral yang mengikat anggota masyarakat dalam hubungannya dengan anggota masyarakat lainnya. Tujuan mencapai keadilan itu melahirkan konsep keadilan sebagai hasil atau keputusan yang diperoleh dari penerapan atau pelaksanaan dari asas-asas dan perlengkapan hukum. Pengertian keadilan inilah yang kemudian dijelaskan sebagai keadilan prosedural (procedural justice) dan konsep ini dilambangkan dengan dewi keadilan, pedang, timbangan dan penutup mata untuk menjamin pertimbangan yang tak memihak dan tak memandang orang[9]. Keadilan merupakan perekat tatanan kehidupan bermasyarakat yang beradab. Hukum diciptakan agar setiap individu anggota masyarakat dan penyelenggara negara melakukan suatu tindakan yang diperlukan untuk menjaga ikatan sosial dan mencapai tujuan kehidupan bersama agar tidak melakukan suatu tindakan yang dapat merusak tatanan keadilan. Untuk mengembalikan tertib kehidupan bermasyarakat, keadilan harus ditegakkan[10]. Nilai keadilan menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Dengan demikian, keadilan memiliki sifat yang normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Keadilan menjadi dasar bagi tiap hukum positif yang bermartabat[11]. Keadilan memiliki sifat normatif karena kepada keadilanlah hukum positif berpangkal. Bersifat konstitutif karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum, tanpa keadilan sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum[12]. Hal ini perlu memperhatikan asas prioritas yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch bahwa untuk menerapkan hukum secara tepat dan adil untuk terciptanya tujuan hukum maka yang diutamakan adalah keadilan, kemudian kemanfaatan dan kepastian hukum[13]. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam artikel ini bersifat kualitatif dengan pendekatan hukum normatif. Pendekatan ini bertujuan mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah yang dilakukan dalam praktik hukum. Kasus ini dipelajari untuk memperolah gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum serta menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan dalam eksplantasi hukum[14]. Pendekatan yang dilakukan berupa pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan analitis, pendekatan historis, pendekatan filsafat dan pendekatan kasus. Hal ini dimaksudkan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir untuk melakukan analisis[15]. Teguh Prasetyo menjelaskan konsep keadilan bermartabat adalah dengan memandang pembangunan sistem hukum yang khas Indonesia. Bagaimana sistem hukum positif memberi identitas dirinya, ditengah pengaruh yang sangat kuat dari sistem hukum dunia dan dengan sangat keras mempengaruhi cara berhukum bangsa Indonesia[16]. Pembahasan BUMDes sebagai Sarana Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa yang Adil dan Makmur serta Peranan Kepala Desa dalam Arus Pengelolaan BUMDes. Bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan telah memiliki perhatian yang besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Hal ini termaktub dalam alenia ke-4 (empat) Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Program pembangunanpun hingga saat ini selalu memberikan perhatian yang besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat[17]. Desa sebagai ujung tombak pemerintahan Indonesia yang bersentuhan langsung dengan masyarakat akar rumput perlu dioptimalkan agar terwujudnya welfare state di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan, yaitu[18]: Desa merupakan tempat bermukimnya masyarakat yang ingin dibangun dan disejahterakan. Desa memiliki aspek kearifan lokal yang sangat kaya dan beragam yang merupakan kekuatan utama dan menjadi spirit kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Orientasi harus diarahkan atau tertuju kepada desa jika kita ingin bersungguh-sungguh sukses mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan. Desa merupakan berpusatnya kegiatan dan aktivitas seluruh elemen dan komponen masyarakat dalam pemerintahan, pembangunan dan pelayanan umum. Untuk mewujudkan hal tersebut, dapat dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: Pertama, Mendorong terwujudnya keterbukaan masyarakat desa. Desa menjadi titik tolak pembangunan nasional bukan hanya terkait dengan pembangunan fisik melainkan juga pembangunan manusia desa seutuhnya dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat desa melalui potensi serta peluang yang dimiliki. Keterbukaan desa menjadi syarat utama untuk mewujudkan hal ini. Melalui keterbukaan ini, gagasan dan paradigma akan masuk ke desa. perwujudan ini dapat dilakukan dengan pendidikan di kalangan masyarakat desa. Luaran dari proses ini adalah terwujudnya kemandirian desa yang dengan segala potensi dan jika dielaborasikan dengan kewenangan yang dimiliki, maka akan mendatangkan kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh masyarakat desa[19]. Kedua, Memberikan kepercayaan sepenuhnya pada masyarakat. Hal ini merupakan modal besar dan menjadi faktor pengungkit (leverage) dalam membangun rasa percaya diri masyarakat untuk berperan dalam pembangunan, karena bagaimanapun pembangunan dan kesejahteraan akan dinikmati oleh masyarakat sendiri[20]. Ketiga, Optimalisasi pelimpahan urusan kepada Pemerintah Desa. Hal ini dimaksudkan untuk memberi ketegasan peran masyarakat desa untuk melakukan usaha-usaha pembangunan. Dengan pendelegasian urusan tertentu kepada desa akan menjadi kekuatan bagi Pemerintah Desa dalam mengelola potensi yang dimiliki. Hasilnya tentu akan terciptanya kemandirian desa, peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, serta peningkatan Pendapatan Asli Desa yang terejawantahkan dalam bentuk program kesejahteraan dari desa baik berupa bantuan sosial, jaminan kesehatan dan bantuan pendidikan yang berasal dari desa. Keempat, pembinaan dan pelatihan kepada aparatur dan masyarakat desa. Hal ini adalah bentuk konkrit untuk membangun wawasan, pengertian, pemahaman dan kemampuan bagi aparatur dan masyarakat desa dalam upaya peningkatan kesejahteraan melalui penggarapan potensi yang ada di desa[21]. Kelima, pendampingan berkelanjutan kepada pemerintahan dan masyarakat desa. Dengan ini, pemerintahan dan masyarakat desa diharap dapat cepat memahami fungsi dan tugas pokoknya dan juga mengerti dengan baik berbagai aspek pelaksanaannya[22]. Dengan perwujudan kelima hal tersebut, Pemerintahan Desa dapat langsung merealisasikannya dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Desa dengan disepakati oleh seluruh komponen yang ada di desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Kehadiran BUMDes sendiri merupakan implementasi dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”[23]. Pentingnya penguasaan sumberdaya oleh masyarakat desa merupakan wujud dari negara kesejahteraan dengan pendekatan tingkat desa, daripada sumber daya yang dimiliki oleh desa dikuasai oleh investor dari luar desa akan lebih menguntungkan jika dikelola dan dikuasai oleh masyarakat desa sendiri yang saling terintegrasi dan keinginannya dalam rangka peningkatan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya serta mensinergikan gerakan kemajuan dan kemakmuran bangsa[24]. Untuk mewujudkan hal tersebut, Kepala Desa tentunya memiliki peranan yang sangat penting. Kepala Desa yang memiliki visi yang jelas tentang pengembangan desanya akan berdampak pada berkembangnya desa, dalam hal ini termasuk BUMDes. Peran sentral ini diaminkan oleh Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pendaftaran, Pendataan dan Pemeringkatan, Pembinaan dan Pengembangan dan Pengadaan Barang dan/atau Jasa Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha Milik Desa Bersama[25] Pasal 2 ayat (2) bahwa pemohon pendaftaran nama BUMDes dilakukan oleh pemohon yang dalam hal ini adalah Kepala Desa. Kepala Desa juga dituntut perannya di dalam BUMDes untuk menjadi Penasihat seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa Pasal 21 ayat (1). Walaupun pada ayat (2) Kepala Desa dapat memberi kuasa kepada pihak lain untuk melaksanakan fungsi kepenasihatan.   Peningkatan Kesejahteraan Kepala Desa Berdampak Pada Produktifitas BUMDes Sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Asli Desa Pasal 26  ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Selanjutnya dijelaskan pada ayat (2), dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa memiliki kewenangan : Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa Mengangkat dan memberhentikan Perangkat Desa Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa Menetapkan Peraturan Desa Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Membina kehidupan Masyarakat Desa Membina ketenteraman dan ketertiban Masyarakat Desa Membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran Masyarakat Desa Mengembangkan sumber Pendapatan Desa Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Desa Mengembangkan kehidupan sosial budaya Masyarakat Desa Memanfaatkan teknologi tepat guna Mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif Mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepala Desa merupakan Kepala Pemerintahan Desa yang mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat. Sebagai Penasihat di BUMDes, kewenangan yang dimiliki adalah[26] : Bersama pelaksana operasional dan pengawas, membahas dan menyepakati anggaran rumah tangga BUMDes. Bersama dengan pengawas, menelaah rancangan rencana program kerja yang diajukan oleh pelaksana operasional untuk diajukan kepada Musyawarah Desa. Menetapkan pemberhentian secara tetap pelaksana operasional sesuai dengan keputusan Musyawarah Desa. Dalam keadaan tertentu memberhentikan secara sementara pelaksana operasional dan mengambil alih pelaksanaan operasional BUMDes. Bersama dengan pelaksana operasional dan pengawas menyusun dan menyampaikan analisis keuangan, rencana kegiatan dan kebutuhan dalam rangka perencanaan penambahan modal desa dan/atau masyarakat desa untuk diajukan kepada Musyawarah Desa. Melakukan telaah atas laporan pelaksanaan pengelolaan Usaha BUMDes oleh pelaksana operasional dan laporan pengawasan oleh pengawas sebelum diajukan kepada Musyawarah Desa. Menetapkan penerimaan atau pengesahan laporan tahunan BUMDes berdasarkan keputusan Musyawarah Desa. Bersama dengan pengawas, memberikan persetujuan bersama atas pinjaman BUMDes dengan jumlah tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar BUMDes. Bersama dengan pengawas, memberikan persetujuan atas kerja sama BUMDes dengan nilai, jumlah investasi dan/atau bentuk kerja sama tertentu dengan pihak lain sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar BUMDes. Tugas penasihat BUMDes adalah[27] : Memberikan masukan dan nasihat kepada pelaksana operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUMDes. Menelaah rancangan rencana program kerja dan menetapkan rencana program kerja BUMDes berdasarkan keputusan Musyawarah Desa. Menampung aspirasi untuk pengembangan usaha dan organisasi BUMDes sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Bersama pengawas, menelaah laporan semesteran atas pelaksanaan pengelolaan usaha BUMDes. Bersama pengawas, menelaah laporan tahunan atas pelaksanaan pengelolaan usaha BUMDes untuk diajukan kepada Musyawarah Desa. Memberikan pertimbangan dalam pengembangan usaha dan organisasi BUMDes sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggan dan/atau Keputusan Musyawarah Desa. Memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUMDes sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan/atau keputusan Musyawarah Desa. Meminta penjelasan dari pelaksana operasional mengenai persoalan pengelolaan BUMDes sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan/atau keputusan Musyawarah Desa. Arah Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa menunjukkan peran yang sangat besar dari Kepala Desa dalam hal ini sebagai penasihat. Meskipun dalam Peraturan ini pembentukan penasihat lebih lanjut ditetapkan dalam Musyawarah Desa terkait jumlah, pengorganisasian, hak dan kewajiban serta kewenangan pihak penerima kuasa fungsi kepenasihatan pada BUMDes, namun menurut penulis Kepala Desa sangat berperan penting dalam menjalankan roda penggerak BUMDes, baik sebelum dibentuknya BUMDes, hingga keberlanjutan dan pengembangan BUMDes. Semangat partisipatif dalam Peraturan inipun menurut penulis sangat menonjol. Dimana pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan organisasi pengelola BUMDes paling sedikit terdiri dari penasihat yang dijabat ex-officio oleh Kepala Desa dan pelaksana operasional yang diangkat dan diberhentikan Kepala Desa[28]. Dengan tanggung jawab yang besar tersebut, diperlukan penguatan kapasitas kepada Kepala Desa serta pemahaman yang tepat dalam pengelolaan BUMDes[29]. Pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar dalam hal meningkatkan kapasitas dan peraturan pelaksana yang matang untuk mengelola Otonomi Desa dalam hal ini BUMDes. Mengingat kedudukan, kewenangan, keuangan desa yang semakin kuat dengan adanya Anggaran Dana Desa dan didorongnya pembentukan BUMDes. Pasal 81 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dijelaskan penghasilan tetap yang diberikan kepada Kepala Desa dianggarkan dalam APBDesa yang bersumber dari Anggaran Dana Desa. Besaran penghasilan tetap Kepala Desa ditetapkan oleh Bupati/ Wali Kota dengan ketentuan paling sedikit Rp 2.426.640,00 (dua juta empat ratus dua puluh enam ribu enam ratus empat puluh rupiah) setara 120% (seratus dua puluh per seratus) dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a. Selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 100 pendanaan paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja Desa untuk penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya serta tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa[30]. Selain penghasilan tetap yang didapatkan oleh Kepala Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019, Kepala Desa juga mendapatkan tunjangan dan penerimaan lain yang sah yang diatur dalam Pasal 82 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang besarannya ditetapkan dengan peraturan Bupati/ Wali Kota[31]. Melihat aturan-aturan tersebut, terdapat peluang untuk Kepala Desa mendapat tunjangan yang berasal dari APBDesa yang salah satu sumber pendapatannya dari BUMDes. Kepala Desa yang dapat mengelola dan mengembangkan BUMDes yang dimiliki oleh desa, selain untuk secara bersama-sama untuk kesejahteraan masyarakat desa, juga dapat memberikan kesejahteraan secara tidak langsung kepada Kepala Desa. Perkembangan dan kemandirian desa yang menjadi semangat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa akan segera terwujud dengan tidak hanya mengandalkan kucuran Dana Desa dari Pemerintah Pusat[32]. Kesimpulan Pengelolaan BUMDes sebagai sarana peningkatan kesejahteraan Masyarakat Desa yang adil dan makmur sangat bergantung pada peranan Kepala Desa yang memiliki peran penting sebagai roda penggerak BUMDes. Kehadiran BUMDes sendiri adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan Masyarakat Desa. Sebagai roda penggerak BUMDes, tentunya penting juga untuk memperhatikan kesejahteraan Kepala Desa. Hal ini dikarenakan posisi Kepala Desa yang bisa ex-officio menjadi penasihat dalam BUMDes dengan tugas dan kewenangan yang sangat kuat. Dengan ditingkatkannya kesejahteraan Kepala Desa, tentunya akan berdampak pada produktifitas pengelolaan BUMDes. BUMDes akan menjadi sarana langsung untuk kesejahteraan Masyarakat Desa dan sarana tidak langsung untuk meningkatkan kesejahteraan Kepala Desa.     Referensi Abu Ahmadi. Psikologi Sosial. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982. Agusliansyah, Khairul. “PERAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA ( BUMDes ) DI DESA JEMPARING” 4, no. 4 (2016): 1785–96. Collier’s Encyclopedia. Amerika Serikat: Crowell-Collier Educational Corporation, 1970. Dewata, Mukti Fajar Nur, and dan Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Cetakan ke. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. Dkk, Aida Vitayala Hubeis. Menuju Desa 2030. Bogor: Crestpent Press, 2011. Dkk, Bernard L Tanya. Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi. Yogyakarta: Genta Publising, 2013. Falahi, Wahyuni Refi dan Ziyad. Desa Cosmopolitan: Globalisasi Dan Masa Depan Kekayaan Indonesia. Jakarta: Change Publication, 2014. Fauzi, Achmad. Pancasila: Konteks Sejarah, FIlsafat, Ideologi Nasional Dan Ketatanegaraan Republik Indonesia. Malang: Madani Media, 2020. Gie, The Liang. Teori-Teori Keadilan. Yogyakarta: Penerbit Super, 1979. Huda, Ni’matul. Hukum Pemerintahan Desa : Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi. Malang: Setara Press, 2015. Moh. Mahfud MD. “Penegakan Hukum Dan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik.” Bahan pada Acara Seminar Nasional “Saatnya Hati Nurani Bicara” yang diselenggarakan oleh DPP Partai HANURA. Mahkamah Konstitusi Jakarta, 8 Januari, 2009. Nasdian, Fredian Tonny. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014. Pemerintah Republik Indonesia. “Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,” 2019. ———. “Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Badan Usaha Milik Desa.” Pemerintah Republik Indonesia, 2021. ———. “Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,” 2014. “Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pendaftaran, Pendataan Dan Pemeringkatan, Pembinaan Dan Pengembangan Dan Pengadaan Barang Dan/Atau Jasa Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha.” Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2021. Prasetyo, Teguh. Keadilan Bermartabat. Bandung: Nusa Media, 2015. Putra, Dwi Aditya. “Menteri Eko Cerita BUMDes Bisa Buat Kepala Desa Berpendapatan Rp 20 Juta.” Https://Www.Merdeka.Com/Uang/Menteri-Eko-Cerita-Bumdes-Bisa-Buat-Kepala-Desa-Berpendapatan-Rp-20-Juta.Html, 2019. Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Edited by Awaludin Marwan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012. Rosidin, Utang. Otonomi Daerah Dan Desentralisasi. Bandung: CV Pustaka Setia, 2015. Sitorus, M. SOSIOLOGI. Jakarta: Gelora Aksara, 2006. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Edisi Baru. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Tanya, Yovita A. Mangesti & Bernard L. Moralitas Hukum. Yogyakarta: Genta Publishing, 2014. TP, Yansen. Revolusi Dari Desa: Saatnya Dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya Kepada Rakyat. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014. “Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,” 2014.   [1] “Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,” 2014. [2] Khairul Agusliansyah, “PERAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA ( BUMDes ) DI DESA JEMPARING” 4, no. 4 (2016): 1786. [3] M. Sitorus, SOSIOLOGI (Jakarta: Gelora Aksara, 2006), 134. [4] Abu Ahmadi, Psikologi Sosial (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982), 50. [5] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 212–13. [6] Agusliansyah, “PERAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA ( BUMDes ) DI DESA JEMPARING,” 1787. [7] The Liang Gie, Teori-Teori Keadilan (Yogyakarta: Penerbit Super, 1979). [8] Achmad Fauzi, Pancasila: Konteks Sejarah, FIlsafat, Ideologi Nasional Dan Ketatanegaraan Republik Indonesia (Malang: Madani Media, 2020), 134. [9] Collier’s Encyclopedia (Amerika Serikat: Crowell-Collier Educational Corporation, 1970). [10] Moh. Mahfud MD, “Penegakan Hukum Dan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik” (Bahan pada Acara Seminar Nasional “Saatnya Hati Nurani Bicara” yang diselenggarakan oleh DPP Partai HANURA. Mahkamah Konstitusi Jakarta, 8 Januari, 2009), 20. [11] Yovita A. Mangesti & Bernard L. Tanya, Moralitas Hukum (Yogyakarta: Genta Publishing, 2014), 74. [12] Bernard L Tanya Dkk, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi (Yogyakarta: Genta Publising, 2013), 117. [13] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, ed. Awaludin Marwan (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012), 20. [14] Mukti Fajar Nur Dewata and dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, cetakan ke (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 192. [15] Ibid., 185. [16] Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat (Bandung: Nusa Media, 2015), 17. [17] Utang Rosidin, Otonomi Daerah Dan Desentralisasi (Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), 455. [18] Yansen TP, Revolusi Dari Desa: Saatnya Dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya Kepada Rakyat (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014), 46–47. [19] Aida Vitayala Hubeis Dkk, Menuju Desa 2030 (Bogor: Crestpent Press, 2011), 48. [20] TP, Revolusi Dari Desa: Saatnya Dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya Kepada Rakyat, 73. [21] Ibid., 75. [22] Ibid., 76. [23] Wahyuni Refi dan Ziyad Falahi, Desa Cosmopolitan: Globalisasi Dan Masa Depan Kekayaan Indonesia (Jakarta: Change Publication, 2014), 1. [24] Fredian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyarakat (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014), v. [25] “Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Pendaftaran, Pendataan Dan Pemeringkatan, Pembinaan Dan Pengembangan Dan Pengadaan Barang Dan/Atau Jasa Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha” (Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, 2021). [26] Pemerintah Republik Indonesia, “Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Badan Usaha Milik Desa” (Pemerintah Republik Indonesia, 2021). [27] Ibid. [28] Pemerintah Republik Indonesia, “Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,” 2014. [29] Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Desa : Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi (Malang: Setara Press, 2015), 229. [30] Pemerintah Republik Indonesia, “Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,” 2019. [31] Pemerintah Republik Indonesia, “Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.” [32] Dwi Aditya Putra, “Menteri Eko Cerita BUMDes Bisa Buat Kepala Desa Berpendapatan Rp 20 Juta,” Https://Www.Merdeka.Com/Uang/Menteri-Eko-Cerita-Bumdes-Bisa-Buat-Kepala-Desa-Berpendapatan-Rp-20-Juta.Html, 2019.
PRIMA SUHARDI PUTRA, SH, MH (LURAH)    SURATNO (SEKRETARIS KELURAHAN SARANGAN )    SRI ENDANG WAHYUNI, S.SOS (KASI PMEBERDAYAAN MASYARAKAT)    SETIA HADI (STAF)